“Hah? Besok udah mulai puasa?” Pochu, pemuda bersurai
pirang itu memanyunkan bibirnya tak percaya.
Sembari memperbaiki jilbabnya, Kyu membalas, “Ya! Eh,
ngomong-ngomong, ramadhan kali ini adalah pertama untuk kita ya?”
Pochu mengangguk-angguk mengerti. Tentu saja besok
adalah ramadhan pertamanya, mengingat kalau ia mualaf tiga bulan yang lalu bersama sepupunya, Kyu, perempuan
keturunan Jepang-Indonesia.
Mereka duduk berdua di bangku taman kota. Terkadang Kyu
harus merapikan jilbabnya yang berantakan akibat terpaan angin. Melihat
kerepotan sepupunya, Pochu tertawa terbahak-bahak hingga es krim yang tengah
disantapnya nyaris terjatuh.
Well,
kata teman muslim mereka, duduk berduaan seperti ini tidak boleh. Tetapi Pochu
melanggarnya karena teman terdekatnya –yang sekaligus sepupunya— hanyalah Kyu
seorang.
Modus.
“Hm...,” Kyu menatap langit dengan sebuah senyuman tipis
terukir di paras cantiknya. “Kau mau makan apa pas sahur nanti? Aku yang masak
deh!”
“Hah?” Pochu mengangkat satu alisnya tak percaya dan
kali ini es krimnya sukses terjatuh menyentuh tanah –yang selanjutnya ia
menangis meraung-raung. “Memangnya kau bisa masak?”
Sebuah perempatan imajiner muncul di pojok kanan dahi
Kyu. Tangan kanannya terangkat dan dikepal erat. “Kau meremehkanku, sialan!”
Maka terjadilah acara kejar-kejaran antara dua orang
tersebut.
[ HARI PERTAMA ]
“Kyu! Cepatlah sedikit! Lama amat,” Pochu mengomel
terus-menerus sembari tangannya mengetuk-ketuk meja makan. Kyu yang sedang
sibuk membawa 3 piring lauk –jangan tanya bagaimana caranya— langsung naik
pitam kala mendengarnya.
“Ngomel mulu! Bantu kek.”
Pochu menopang dagunya dengan satu tangan sementara iris
aquamarine-nya melirik Kyu bosan. “Bukannya kau sendiri yang nawarin mau
nyiapin sahur?”
Kyu langsung mati kutu.
Mendapati Kyu yang terdiam membatu bak dikutuk oleh ibu
menjadi batu, Pochu menyeringai tipis. “Skakmat.”
‘Ni bocah emang minta dibantai ya,’ kira-kira seperti
itulah isi hati Kyu sekarang ini.
Lalu Kyu meletakkan ketiga piring lauk diatas meja makan
dan mulai makan bersama Pochu. Sebelumnya tidak ada masalah sampai—
“Eh, Kyu. Bukannya adzan shubuh udah lewat sepuluh menit
yang lalu ya?”
Kyu mengangguk, mengiyakan pertanyaan atau pernyataan
Pochu barusan. Mulutnya mengunyah santapan sahurnya. “Lwalu?” tanyanya di
sela-sela kunyahannya.
“Fatimah kan bilang kalau batas sahur itu sampai adzan
shubuh ya?”
Keduanya terdiam. Waktu seakan berhenti saat atmosfer di
sekitar mereka mendadak menjadi berat. Aura suram keluar dari keduanya.
“Oke, sahur pertama kita gagal.”
Sahur : Mission
Failed.
[ HARI KEDUA ]
Sang empunya surai pirang menguap lebar melebihi kuda
nil. Pasalnya, Kyu membangunkannya lebih awal dari kemarin. Pukul 03.30.
“Bukankah ini terlalu pagi ya?” Pochu meletakkan kedua
tangan diatas meja dan menenggelamkan kepala diantara keduanya.
Mengabaikan kritikan Pochu, Kyu sibuk menata
piring-piring yang berisi lauk ke atas meja makan. Tidak lupa segelas air putih
untuknya dan Pochu.
Suasana menjadi hening sesaat setelah mereka mulai asyik
dalam santapannya masing-masing. Pochu dengan ayam gorengnya dan Kyu dengan
sayurannya.
“Sejak kapan kau suka sayuran?” tanya Pochu iseng.
Kyu memutar kedua bola matanya bosan. “Sejak negara api
menyerang.”
Entah kenapa, tetapi ucapan Kyu barusan mirip kartun
anak-anak yang sering disiarkan di televisi. Tepatnya di channel Gl*bal Tv.
Kalimat diatas bukan bermaksud promosi.
Begitu mereka sudah menyelesaikan sahurnya, kali ini
giliran Pochu yang bertugas untuk membereskan semua piring dan gelas kotor
kemudian mencucinya. Sejujurnya, Pochu lumayan buruk dalam mencuci sehingga—
PRANG!
Sebuah suara pecahan piring maupun gelas sudah tidak
asing di telinga Kyu dan omelan Kyu yang berkecepatan cahaya pun sudah wajar di
telinga Pochu.
Sahur : Mission
Completed.
Dengan riang, Pochu dan Kyu berjalan berdampingan menuju
sekolah mereka yang terletak 300 meter dari rumah mereka. Terkadang lawakan
Pochu sukses membuat Kyu tertawa terpingkal-pingkal yang malah membuat
orang-orang mengiranya telah gila.
Baru saja selangkah mereka memasuki gerbang sekolah,
puluhan penggemar Pochu sudah berderet rapi bak sedang menyambut pangeran.
Eits, sebenarnya para penggemar itu memang tengah menyambut pangeran karena
Pochu diberikan gelar ‘Pangeran Sekolah’.
Berbanding terbalik dengan Kyu yang menyandang predikat
‘Algojo Sekolah’. Sebuah gelar yang memalukan. Bagaimana Kyu bisa mendapatkan
gelar seperti itu? Bayangkan saja Kyu yang tengah mengamuk dan melempar
barang-barang tajam ke sembarang arah.
Ya, seperti itulah demonstrasi awalnya. Untuk melihat
konten penuhnya, silahkan cabut sehelai rambut coklat
Kyu dan nikmatilah kejadian selanjutnya.
Kyu dan nikmatilah kejadian selanjutnya.
Terkadang Kyu berdecak kesal saat Pochu mulai
menampakkan sifat playboy-nya yaitu
dengan melambai ke arah penggemarnya dan mengedipkan salah satu matanya. Maka
sejurus kemudian terdengar jeritan-jeritan lebay
dari para penggemar itu.
Kedua saudara itu berpisah setelah Pochu mencapai
kelasnya dan membiarkan Kyu jalan seorang diri menuju
kelasnya yang jaraknya tidak dekat dari kelas Pochu.
kelasnya yang jaraknya tidak dekat dari kelas Pochu.
Fatimah, salah satu teman dekat Kyu, langsung
menyambutnya begitu si keturunan Jepang memasuki kelas. “Bagaimana sahurmu,
Kyu? Apa kayak kemarin?” terdengar nada ejekan pada dua buah pertanyaan yang
dilontarkan oleh Fatimah.
Kyu memandang sebal Fatimah. “Jangan ngejek atau kulempari
pisau dapur.”
Ancaman sadis itu sukses membuat Fatimah terkekeh pelan. “Ya, ya. Mari kita ganti topik. Apa kau bawa seragam olahraga? Kamu bisa lari kan? Soalnya tadi Andi nantang buat balap lari.”
“Wah, aku gak bisa lari. Aku lagi ‘M’, jadi gak bisa lari
deh. Hehehehe... maaf ya.”
Fatimah mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha
mencerna kalimat yang dikatakan oleh Kyu. Sahabatnya yang satu ini memang masih
awwam ya.
“K-Kyu... perempuan yang lagi ‘M’ gak boleh pu-puasa.”
Skakmat.
Kyu : Mission Failed.
[ HARI KETIGA ]
Kali ini Pochu nyaris tidak bisa sahur karena Kyu tak
membangunkannya. Ia terbangun 10 menit sebelum adzan shubuh, karenanya Pochu
hanya dapat makan setengah porsi dan
minum segelas air. Tidak jarang, iris aquamarine-nya melirik sekilas ke kamar
Kyu yang hari ini auranya suram sekali.
Lega rasanya ketika adzan shubuh sudah terdengar
bertepatan dengan Pochu yang telah menghabiskan sahurnya –ya, meski hanya
setengah. Namun seakan ditimpa kata ‘KARMA’ akibat menertawakan Kyu habis-habisan
kemarin siang, Pochu mendadak menggila dengan menggaruk-garuk tembok.
Kenapa dia? Oh, dia kebelet BAB.
Kyu keluar dari kamarnya akibat suara raungan yang tak
kunjung henti, mana volume-nya bukan main lagi, memekakkan telinga. Lalu yang
terjadi selanjutnya adalah ia mendapati Pochu tengah—
‘TUNGGU HEI! APA-APAAN POSISI ITU—‘ Kyu menjerit dalam
hati.
Pochu seperti sedang bersujud tetapi bokongnya agak
dinaikkan keatas. Kedua tangannya menjambak rambut pirangnya sendiri.
Mengerikan.
Siapa yang tidak malu sih kalau mendapati ada orang
dengan posisi demikian?
Rasa panas mulai menjalar di pipi si gadis keturunan
Jepang. Refleks, kedua tangannya terangkat dan dipakainya untuk menutupi
pandangannya.
“He-Hei! P-Pochu! He-Hentikan posisi itu!”
Seketika Pochu mendongakkan kepalanya dan mencari asal
suara. “Gggak bisa, ugh!”
“Me-memangnya kamu kenapa?!”
“Nahan BAB!”
Hening. Hanya terdengar suara jangkrik mengerik.
Krik. Krik. Krik. Krik. Krik.
“Po-Pochu...,” nada bicara Kyu menjadi rendah. “Kalau
lagi puasa, BAB dan BAK itu boleh—“
Belum sempat Kyu menyelesaikan kalimatnya, sang pemuda
bersurai pirang sudah bertelepotasi menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi,
Pochu bergumam kecil, “ BAB : Mission
Completed.”
~ End ~
EmoticonEmoticon